Wednesday, September 3, 2014

Al dente by Helvira Hasan





Judul                     : Al Dente (Waktu Yang Tepat Untuk Cinta)
Pengarang           : Helvira Hasan
Penerbit               : GagasMedia
Tahun                   : 2014
ISBN                     : 978-979-780-731-3
Halaman              : 256
Rating                  : 2,5 of 5 stars

Sinopsis :

Agar matang sempurna, ada takaran waktu yang tepat untuk pasta.
Begitu pula cinta. Ada waktu yang tepat untuk cinta.
Namun, waktu malah mempertemukan kita dengan orang-orang dari masa lalu.

Aku yakin cintamu hanya untuk dia yang selalu kau cinta sejak lama; dan cintaku ini hanya untuknya—orang yang kutunggu sejak dahulu.

Maafkan aku, kau bukanlah orang yang kuinginkan. Kau bukanlah orang yang kuharapkan.

Kita tak pernah tahu pasti kapan cinta datang, bukan? Hanya ketika merasakannya, barulah kita tahu bahwa telah tiba waktunya untuk cinta. Dan, hatiku telah lama merasakan aku ditakdirkan untuk dia; dia yang masih saja membuatku penuh debar saat di dekatnya.

Usah lagi tinggalkan hangat bibirmu di bibirku. Usah sisipkan kata cinta di dalamnya. Lepaskan pelukmu dan kumohon jawab tanyaku; bolehkah aku meninggalkanmu?


Review :

Ben dan Cynara menikah karena perjodohan. Tapi itu bukan berarti mereka tidak pernah saling mengenal sebelumnya. Cynara dan Dita, adik Ben, malah berteman akrab, begitu pula para orangtua mereka. Tetapi tetap saja, ketika kedua orangtua menjodohkan mereka, Cynara sangat terkejut, Ben sudah dianggapnya sebagai kakak sendiri. Yang lebih mengejutkan Cynara, Ben malah menerima perjodohan tersebut.

Setelah berpikir panjang dan memutuskan untuk berhenti mengharapkan cinta yang tak kunjung datang, Cynara akhirnya menerima perjodohan tersebut. Ben bukanlah lelaki yang diimpikannya untuk menjadi suami tetapi takdir mungkin sudah menuliskan seperti itu.

Pernikahan akhirnya dilaksanakan, dengan Lombok sebagai tempat tujuan bulan madu mereka. 2 minggu kemudian Ben dan Cynara pindah ke apartemen baru mereka. Saat sedang membereskan barang-barang Cynara menemukan album foto Ben, dan didalamnya terdapat foto seorang gadis yang diketahui Cynara dulu cukup akrab dengan Ben.

Saat ditanya Ben dengan jujur mengakui bahwa dulu ia pernah mencintai Milly, gadis di foto tersebut. Tapi cintanya ditolak dan sampai sekarang Ben masih tetap berteman dengan Milly. Cynara merasa curiga, kalau Ben sudah tidak mencintai Milly mengapa ia masih menyimpan foto gadis itu?

Permasalahan bertambah rumit ketika Elbert, cinta yang selama ini ditunggu oleh Cynara, muncul kembali kedalam kehidupannya. Haruskah ia mempertahankan pernikahan yang tidak diinginkannya ini dan mengejar cinta yang pernah terlepas?

Novel Al dente ini merupakan buku yang saya pilih sebagai hadiah saat menang giveaway di blognya Ren. Saya cukup bersemangat ingin membaca buku ini karena bercerita mengenai cinta yang datang sesudah pernikahan. Ditambah lagi dengan konflik cinta lama yang kembali mengusik.

Dulu Mama saya pernah berkata, kalau sudah menikah cinta itu pasti datang. Tapi saya tetap penasaran kapan rasa itu timbul, apa yang menyebabkannya dan di titik mana pasangan tersebut sadar bahwa mereka saling mencintai? Kapan mereka menyadari bahwa pernikahan mereka bukan lagi hanya hasil sebuah perjodohan tetapi juga mengikat hati mereka berdua?

Itu hal-hal yang saya harapkan dari buku ini. Dan jujur saja, saya sangat kecewa...

Apa yang saya temukan di buku ini adalah sebuah perselingkuhan. Tidak adanya niat dan usaha untuk memenuhi janji pernikahan dan mempertahankannya.

Kehadiran orang ketiga merupakan hal yang wajar di munculkan dalam sebuah cerita cinta. Konflik yang dihadirkan untuk menantang kedua tokoh utama agar jujur dengan perasaannya dan saling percaya satu sama lain. Tetapi di buku ini kemunculan orang ketiga hanya memperjelas perasaan tokoh kita Cynara bahwa ia menikah dengan Ben hanya karena memenuhi keinginan orangtua.

Cynara adalah tokoh yang lemah yang berusaha menutupi perasaan bersalahnya dengan menuduh Ben berselingkuh padahal sebenarnya ia yang melakukan hal tersebut. Setiap pertemuan-pertemuannya dengan Elbert membuat saya muak dan semakin tidak menyukai Cynara. Dan di sepanjang buku saya menemukan terlalu banyak kalimat-kalimat yang kurang lebih menyatakan bahwa Cynara tidak pernah menginginkan Ben sebagai suami. Seolah-olah pernikahannya dengan Ben adalah sebuah kawin paksa.

Kalau saya mengharapkan melihat sebuah perjuangan di buku ini, itu saya dapatkan dari Ben. Mungkin karena perbedaan usia mereka yang cukup jauh, Ben bersikap lebih dewasa daripada Cynara. Bahkan saat Cynara menuduhnya macam-macam, Ben mampu menanggapi dengan bijak. Bahkan porsi kemarahan Ben saat tahu Cynara berselingkuh juga cukup pas.

Satu hal lagi yang menurut saya kurang memuaskan adalah konflik yang mulai dimunculkan dalam rentang pernikahan yang begitu singkat. Hanya dua  minggu!

Bagaimana perasaan antara Cynara dan Ben akan tumbuh dan berakar hanya dalam waktu dua minggu? Bukanlah lebih baik orang ketiga ini dimunculkan misalnya setelah setahun pernikahan mereka? Dalam rentang waktu tersebut keduanya sudah cukup mengenal sebagai suami istri sehingga tanpa disadari sebenarnya mereka sudah memiliki perasaan yang mendalam tapi belum ada faktor yang memicu kesadaran tersebut.

Karena ini adalah sebuah novel romans, bisa dibilang saya sudah tahu bagaimana akhir ceritanya. Ben dan Cynara pasti bersatu kembali. Dan di sepanjang cerita saya berharap agar Cynara sadar dan berjuang mendapatkan cinta Ben yang telah disia-siakannya. Tapi apa daya, lagi-lagi harapan saya tidak terkabulkan. Ben dan Cynara memang akhirnya bersama, tapi kebersamaan mereka itu seolah “diberikan” bukan hasil dari perjuangan mereka. 

Jadi kesimpulannya, membaca buku seolah sedang menikmati spagetti yang baru semenit direbus. Belum matang...