Thursday, September 12, 2013

Wandeuk by Kim Rye-ryeong


Judul                     : Wandeuk
Pengarang           : Kim Rye-ryeong
Penerbit               : Bentang Belia
Tahun                   : 2012
ISBN                     : 9786029397246
Halaman              : 254


Sebenarnya Wandeuk tidak suka berkelahi. Malah ia tidak ingin diperhatikan oleh banyak orang. Tapi dengan postur tubuh besar dan sikap diam yang sering dianggap mengancam, Wandeuk malah dilabeli sebagai preman di lingkungan dan juga di sekolahnya. Dan karena sifatnya yang juga tidak suka diejek, kaki dan tangannya pun akhirnya sering melayang menghajar orang-orang yang mengejeknya.

Tapi yang paling membuatnya jengkel itu adalah Pak Guru Ddongju, wali kelasnya. Hampir setiap hari pak guru memanggilnya untuk menjawab pertanyaan atau hanya untuk mengolok-oloknya. Belum lagi ia memasukkan Wandeuk kedalam daftar penerima bantuan untuk orang miskin dan kemudian meminta jatah berasnya. Yang paling parah adalah saat pak guru pindah rumah ke sebelah rumah Wandeuk. Tidak di rumah, tidak di sekolah pak guru berteriak-teriak memanggil namanya.

Tidak heran Wandeuk jadi sering mendatangi gereja hanya untuk berdoa agar Tuhan segera mencabut nyawa pak guru Ddongju.

Dan yang paling parah, pak guru meminta Wandeuk menemui ibunya, perempuan yang meninggalkan Wandeuk sejak ia masih bayi. Ibu? Sejak kapan Wandeuk punya ibu?

Ini pertamakalinya saya membaca buku hasil karya penulis Korea. Biasanya cuma nonton film atau baca komiknya saja. Dan dari buku ini saya juga bisa merasakan suasana yang biasanya saya dapatkan dari film dan komik tersebut. Jadi tidak susah bagi saya untuk membayangkan adegan-adegan yang berlangsung di buku ini.

Buku ini secara keseluruhan bercerita mengenai kehidupan sehari-hari Wandeuk. Tidak ada percintaan yang menguras air mata atau drama yang berlebihan. Hanya menceritakan hal-hal yang dilalui Wandeuk setiap harinya.

Diawal buku kita dapat merasakan kesendirian Wandeuk yang tidak memiliki teman di sekolah dan selalu pulang ke rumah yang kosong karena ayahnya yang sibuk bekerja sebagai penari kabaret jalanan. Ada sedikit rasa malu di hati Wandeuk atas pekerjaan ayahnya ini, apalagi dengan postur tubuh ayahnya yang pendek sehingga sering ditertawakan orang lain.

Hubungannya dengan ayahnya juga tidak terlalu dekat. Entah mendapat ide darimana ayah Wandeuk ingin Wandeuk menjadi seorang novelis sementara hasil tulisan Wandeuk sering menjadi ejekan pak guru Ddongju. Menjadi penulis bukanlah cita-cita Wandeuk, tapi dengan cukup rajin ia berusaha memenuhi keinginan ayahnya.

Hingga Wakdeuk mengenal dunia kickboxing. Untuk pertama kalinya Wandeuk merasa hidup. Walaupun badannya menjadi pegal dan memar dan gerakannya  masih seperti preman yang sedang berkelahi di jalanan Wandeuk tetap tidak menyerah.

Selain itu, ada juga Jeong Yoonha, gadis peraih peringkat nomor satu di sekolah yang sedang menghadapi skandal percintaan. Tiba-tiba saja Yoonha mengikuti Wandeuk kemana-mana hanya untuk mengeluarkan sesak di dadanya.

Dari buku ini kita melihat perkembangan kehidupan Wandeuk dari yang penuh kesunyian hingga akhirnya diisi dengan hal-hal yang disukai dan orang-orang yang mencintainya. Dan semua itu berkat kegigihan pak guru yang tidak henti-hentinya menarik Wandeuk dari dunia sepinya.

Sebagai buku Korea yang pertama saya baca, buku ini cukup memikat walaupun saya merasa sedikit kurang sreg dengan gaya bahasanya. Bahasa yang digunakan adalah bahasa gaul yang penuh dengan kata “enggak” atau juga “doang” yang jarang saya temukan di buku-buku lain.

Dan bahasa gaul ini tidak hanya digunakan dalam percakapan antar teman atau narasinya saja yang menggunakan sudut pandang orang pertama (Wandeuk), tetapi juga dalam percakapan para orang tua di buku ini. Hal ini yang menyebabkan saya meragukan bahasa asli yang digunakan adalah bahasa gaul.

Saya tidak tahu apakah di buku  aslinya menggunakan bahasa gaul atau penerjemah/penerbit yang sengaja menerjemahkan seperti ini karena buku ini dikategorikan sebagai bacaannya young adult. Sementara dari film-film dan komik yang saya baca, saya merasakan bahwa orang-orang Korea memiliki bahasa yang sopan dan sedikit kaku.

Mungkin penerbit takut apabila menggunakan bahasa baku buku ini akan kehilangan esens remajanya dan menjadi tidak bisa dinikmati. Sedangkan dalam pemikiran saya penggunaan bahasa baku belum tentu akan menghasilkan kata-kata yang kaku. Betul tidak?

Buku ini memenangkan penghargaan Changbi Prize untuk kategori Young Adult Fiction di tahun 2007 dan telah difilmkan dengan judul Punch. Menurut Wiki, sejak 2008 sampai sekarang buku ini telah terjual lebih dari 700 ribu kopi!


No comments:

Post a Comment